Peliharalah Kehormatan

Siapapun yang memandang kehormatan sebagai sesuatu yang penting, maka dia pasti akan bekerja keras, gigih dan bertekad kuat untuk melakukan yang terbaik. Karena itu, kehormatan sesungguhnya adala hal yang sangat layak kita pertaruhkan.

Event Olimpiade di Meksiko tahun 1968, menyisakan sebuah cerita kegigihan yang menarik untuk kita simak. Ketika itu, peraih medali lomba marathon telah usai diumumkan. Para penonton pun sudah mulai beranjak meninggalkan stadion. Namun sesaat kemudian, mereka dikejutkan dengan pengumuman bahwa masih ada pelari yang akan segera memasuki stadion. Penonton pun kaget, mereka mengira perlombaan telah selesai. Tak lama, dari kejauhan terlihat seorang pelari masuk stadion dengan terpincang-pincang. Masih lengkap dengan pakaian larinya serta nomor di dadanya, tapi hanya bisa berlari-lari kecil karena kaki kanannya terlukan dan berbalut perban.

Serentak seluruh penonton berdiri dan bertepuk tangan. Stadion kembali bergemuruh memberikan penghormatan. Mereka menyemangati pelari ini untuk terus berlari hingga finish. Suara dukungan diteriakkan untuknya. Dan ini membuat pelari tersebut terus bersemangat hingga kemudian menyentuh garis finish. Dia berhasil, di saat tidak ada lagi pelari lain yang tersisa. Dia adalah pelarih terakhir dalam perlombaan itu. Dia finish saat hari telah malam.

Dialah John Stephen Akhwari, pelari dari Tanzania, yang mewakili negaranya di event itu. Dia cedera karena di tengah perlombaan sempat terjatuh, sehingga lutut dan betisnya terluka. Akan tetapi, keadaan itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mengakhiri lomba berjarak sepanjang puluhan mil itu. Ketika ditanya oleh wartawan mengapa ia tidak mengundurkan diri saja, dia menjawab sederhana tapi penuh makna.

"My country did not send me to Mexico City to start the race. But They sent me to finish!".
(negara saya tidak mengirim saya hanya untuk memulai perlombaan, tetapi mengirim saya untuk menyelesaikan perlombaan).

Akhwari memang tidak merebut medali perunggu, perak, apalagi emas. Tapi dia juga pemenang. Bahkan pemenang yang luar biasa. Dia telah membuktikan kepada dunia apa yang dinamakan kehormatan. Dia adalah contoh bagaimana menyelesaikan sesuatu yang telah dimulainya. Dia adalah teladan dalam memperjuangkan kehormatannya.

Dia adalah cermin kesungguhan dan kejujuran dalam berbuat, bagi kita yang sering kalah setelah memulai, hanya oleh hambatan-hambatan kecil. Dia adalah contoh pejuang kehormatan untuk bangsanya dan keluarga besarnya. Jika kita jauh dari keluarga karena menuntut ilmu, maka pelihara kehormatan mereka dengan belajar yang rajin. Jika kita meninggalkan mereka untuk urusan nafkah, jaga kehormatan mereka dengan mencari pekerjaan-pekerkaann yang halal dan legal. Bekerjalah dengan gigih dan jangan mudah menyerah.

Permohonan si Miskin dan si Kaya

Nabi Musa AS memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin.

Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa AS. Ia begitu miskinnya yang tercermin dari pakaiannya yang compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa AS, "Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT permohonanku ini agar Allah SWT menjadikan aku orang yang kaya. Nabi Musa AS tersenyum dan berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah SWT. Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata, "Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja"!. Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.

Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa AS. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa AS, "Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah SWT permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin, karena terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu. Nabi Musa AS pun tersenyum, lalu ia berkata, "Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah SWT. Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Alah SWT?. Allah SWT telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. Telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah SWT telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya", jawab si kaya itu. Akhirnya si kaya itu pun pulang ke rumahnya.

Yang kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah SWT tambah kekayaannya karena ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin. Allah SWT mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat di tubuhnya. Ini semua karena ia tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Wallahu A'lam